Rabu, 10 Oktober 2012

FUNGSIONALISME TALCOTT PARSONS


A) EMPAT IMPERATIF FUNGSIONAL

Menurut Parsons , terdapat empat fungsi dalam sistem setelah menggunakan pengertian dari fungsi , yakni “ suatu gugussan aktivitas yang diarahkan untuk memenuhi satu atau beberapa kebutuhan sistem “ (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 257 ) . Melalui pengertian itu , Parsons membagi fungsi  menjadi empat yang terkenal dengan AGIL , yakni :

1) Adaptation / adaptasi : Sistem harus memnuhi kebtuhan situasional yang dating dari luar . Ia harus beradaptasi dengan lingkungan dan menyasuaikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya . Contohnya , suatu sistem akan menyaring budaya barat yang masuk ke dalam suatu masyarakat melalui aturan – aturan yang ada dalam masyarakat itu sendiri , antara lain aturan tentang kesopanan berpakaian , maupun kesopanan berbicara terhadap orang yang lebih tua . Aturan-aturan itu akan mempengaruhi tindakan suatu masyarakat .

2) Goal Attaintment / pencapaian tujuan : Sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya . Artinya , sistem diharuskan untuk mengerucutkan pemikiran individu agar dapat membentuk kepribadian individu dalam mencapai tujuan dari sistem itu sendiri . Contohnya , orang yang ada dalam sistem pendidikan akan mengarahkan dirinya untuk suatu tujuan , antara lain , guru akan membimbing muridnya menuju kelulusan dengan nilai memuaskan , dan seorang murid akan mengarahkan dirinya untuk menuju kelulusan dengan kepatuhan , maupun kerajinan dalam dirinya .

3) Integration / integrasi : Sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya . Ia pun harus mengatur hubugan antar ketiga imperative fungsional , yakni adaptation , goal , dan latensi .

4) Latensi / pemeliharaan pola : Sistem harus melengkapi , memlihara , dan memperbarui motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut .

B) PENGGUNAAN EMPAT IMPERATIF FUNGSIONAL

Dalam pembuatan skemanya , Parsons juga nenjabarkan bagaimana Parsons menggunakan AGIL . Penggunaan AGIL mencakup organisme behavioral , yakni sistem tindakan yang menangani fungsi adaptasi dengan menyesuaikan dan mengubah dunia luar . Sitem kepribadian menjalankan fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang digunakan untuk mencapainya . Sistem sosial menangani fungsi integrasi dengan mengontrol bagian-bagian yang menjadi komponennya . Akhirnya , sistem kultural menjalankan fungsi latensi dengan membekali aktor dengan norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak .

C) KOMPONEN YANG ADA DALAM PENGGUNAAN EMPAT IMPERATIF FUNGSIONAL

a) Sistem tindakan :

Menurut Parsons , terdapat enam lingkungan sistem tindakan yang mendorong manusia untuk bertindak . Yakni adanya realitas hakiki , sistem kultural , sistem sosial , sistem kepribadian , organisme behavorial , dan adanya lingkungan fisik-organik . Dalam lingkungan sistem tindakan , Parsons mengintegrasikan sistem dalam dua aspek , aspek pertama , setiap level yang lebih rendah menyediakan syarat , energi yang dibutuhkan dalam level yang lebih tinggi . Kedua , level yang lebih tinggi mengontrol level-level yang hirarkinya berada di bawah mereka .

Dalam lingkungan sistem tindakan , level terendah adalah lingkungan fisik dan organik yang terdiri dari unsur-unsur tubuh manusia , anatomi ,dan fisiologi yang sifatnya non simbolis sedangkan level tertinggi adalah realitas hakiki .

Contoh dari sistem tindakan Parsons adalah Pancasila yang ada di negara Indonesia akan mendorong segenap warga untuk melaksanakan semua yang ada di dalamnya , antara lain menghargai keberagaman agama yang ada di Indonesia , menjunjng hak-hak asasi manusia dengan keadilan , menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa , masyarakat akan mengadakan musyarwarah apabila ada sesuatu yang harus disetujui agar mencapai mufakat , dan selalu menghargai semua yang ada dalam kehidupan sosial bangsa Indonesia agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur .

b) Sistem sosial :

Konsepsi Parsons tentang sistem sosial dimulai dari level mikro , yaitu interaksi interaksi antara ego dan alter ego , yang diartikan sebagai bentuk dasar dari sistem sosial . Parsons berpendapat bahwa ciri-ciri sistem interaksi ini hadir dalam bentuk yang lebih kompleks yang diciptakan oleh sistem sosial . Menurut Parsons , sistem sosial adalah “ Sistem yang terdiri dari beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan , aktor yang cederung termotivasi ke arah optimisasi kepuasan dan yang hubunganna dengan situasi mereka , termasuk hubungan satu sama lain , didefinisikan dan diperantarai dalam bentuk sistem simbol yang terstruktur secara kultral dan dimiliki bersama . (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 259 )

Walaupun sistem sosial identik dengan sistem interaksi , namun Parsons menganggap interaksi bukan merupakan hal terpenting dalam sistem sosial , namun ia menempatkan status peran sebagai unit yang mendasari sistem . Status peran merupakan komponen strukturl sistem sosial . Status merujuk pada posisi struktural dalam sistem sosial , dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam suatu posisi . Aktor tidak dipandang menurut pemikiran dan tindakan , karena dia tidak lain hanyalah sekumpulan status dan peran . Contohnya , sosialisasi dalam masyarakat membutuhkan seseorang yang mempunyai posisi struktural yang lebih tinggi daripada masyarakat yang diberikan sosialisasi . Seorang pengamen tidak mungkin mengadakan sosialisasi bagaimana melakukan bersih desa yang seharusnya dilakukan oleh seorang kepala desa di situ .

Dalam analisis sitem sosialnya , Parsons terutama tertarik pada komponen-komponen strukturalnya . Selain perhatian terhadap status peran , Parsons tertarik pada komponen sistem sosial skala besar seperti kolektivitas , norma , dan nilai . (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 260)

Dalam analisis sistem sosialnya , Parsons menguraikan sejumlah prasyarat fungsional bagi sistem sosial . Pertama , Sistem sosial harus terstruktur sedemikian rupa agar dapat beroperasi dengan sistem lain . Kedua , Sistem sosial harus didukung oleh sistem lain agar dapat bertahan . Ketiga , sistem harus secara signifikan memenuhi kebutuhan proporsi kebutuhan aktor-aktornya . Keempat , sistem harus menimbulkan partisipasa yang memadai dari anggotanya . Kelima , sistem harus memiliki kontrol minimum yang terhadap perilaku yang berpotensi merusak . Keenam , konflik yang menimbulkan kerusakan tinggi harus dikontrol .

*) Aktor dan Sistem Sosial

Ketika membahas sistem sosial , Parsons tidak sepenuhnya mengesampingkan masalah hubungan antar aktor dengan struktur sosial . Sebaliknya , ia menyebut integrasi pola-pola nilai dan kebutuhan disposisi dengan “dinamika fundamental teorema sosiologi” (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 260) . Karena perhatian utamanya pada sistem sosial , yang terpenting dalam integrasi ini adalah internalisasi dan sosialisasi . Dalam sosialisasi yang sukses , nilai , dan norma akan terinternalisasi atau dengan kata lain , mereka menjadi bagian dari nurani aktor , sehingga dalam mengejar kepentingan mereka , para aktor tengah menjalankan kepentingan sistem secara keseluruhan . Aktor adalah penerima pasif dalam proses sosialisasi . Anak-anak tidak hanya tahu cara bertindak , mereka juga mengetahui norma dan nilai , serta moral masyarakat . Sosialisasi digambarkan sebagai proses penjagaan dimana kebutuhan disposisi mengikatkan anak-anak dalam sistem sosial . Untuk itu , akan diadakan sarana-sarana yang akan dimiliki anak-anak untuk mengembangkan kreativitas dan memuskan kebutuhannya , dan kebutuhan akan kepuasan akan mengikat anak-anak pada sistem yang diharuskan .

Menurut Parsons , alur pertahanan kedua dalam sistem adalah kontrol sosial . Suatu sistem akan berjalan baik apabila kontrol sosial hanya dijalankan sebagai pendamping , sebab sistem harus mampu menoleransi sejumlah variasi , maupun penyimpangan . Sosialisasi dan kontrol sosial adalah mekanisme utama yang memungkinkan sistem sosial mempertahankan ekuilibriumnya .  Jumlah individu yang sedikit dan berbagai bentuk penyimpangan dapat terakomodasi , namun bentuk-bentuk lain yang lebih ekstrim harus diakomodasi oleh mekanisme penyeimbang baru.

Intinya adalah Parsons ingin menekankan bahwa analisisnya mengacu tentang bagaimanasistem mengontrol aktor , bukan bagaimana aktor menciptakan dan memelihara sistem .

*) Masyarakat

Menurut Parsons , sistem sosial yang paling spesifik adalah masyarakat, yang dijabarkan sebagai “sebuah kolektivitas yang relatif mandiri , dan anggotanya mampu memenuhi seluruh kebutuhan individual dan kolektif dan sepenuhnya hidup dalam kerangka kerja kolektif” (Teori Sosiologi, George Ritzerdan , Douglas J. Goodman : 262). Menurut Parsons , di dalam masyarakat ada empat subsistem saat menjalankan fungsi AGIL . Ekonomi adalah subsistem yang dapat digunakan masyarakat dalam beradaptasi dengan lingkungan melalui kerja , produksi , dan alokasi . Melalui kerja , ekonomi menyesuaikan lingkungan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat , dan ia membantu masyarakat beradaptasi dengan realita yang ada di luar . Subsistem kedua adalah politik yang digunakan masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan mereka serta memobilisasi aktor dan sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut . Subsistem ketiga adalah sistem pengasuhan misalnya sekolah , maupun keluarga yang menangani pemeliharaan pola-pola yang ada dalam masyarakat agar tidak berubah dengan mengajarkan kebudayaan berupa nilai dan norma kepada aktor yang menginternalisasikannya kepada mereka . Akhirnya , komunitas masyarakat sebagai subsistem keempat akan mengatur berbagai komponen masyarakat .

c) Sistem Kultural

Menurut Parsons , kebudayaan merpakan kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan . Hal ini disebabkan karena di dalam kebudayaan terdapat norma dan nilai yang harus ditaati oleh individu untuk mencapai tujuan dari kebudayaan itu sendiri . Nilai dan norma itu akan diinternalisasikan oleh aktor ke dalam dirinya sebagai suatu proses dalam sistem kepribadian agar membentuk individu sesuai yang diinginkan dalam sistem kultural . Contohnya , nilai dan norma akan mendorong individu untuk bertutur kata lebih sopan kepada orang yang lebih tua maupun orang yang dituakan .

Parsons berpendapat bahwa sistem kultural sama dengan sistem tindakan yang lain . Jadi , kebudayaan adalah sistem simbol yang terpola dan tertata yang merupakan sarana orientasi aktor , aspek sistem kepribadian yang diinternalisasikan , dan pola-pola yang terinstitusionalkan dalam sistem sosial (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 263) . Artinya sistem kultural dapat dikatakan sebagai sala satu pengendali sistem kepribadian .

d) Sistem Kepribadian

Sistem kepribadian tidak hanya dikendalikan oleh sistem kultural , namun juga dikendalikan oleh sistem sosial . Ini tidak berarti tidak ada tempat independen atau bebas pada sistem kepribadian , “ Pandangan Parsons adalah , kendati konteks utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial dan kebudayaan melalui sosialisasi , kepribadian menjadi sistem independen karena hubungannya dengan organismenya sendiri dan melaluikeunikan pengalaman hidupnya sendiri ; sistem kepribadian bukanlah sekadar epifenomena (Teori Sosiologi,George Ritzer , Douglas J. Goodman : 263).

Kritik Parsons tentang kepribadian ialah , dia tidak membiarkan kepribadian sebagai sistem yang tidak independen atau tidak bisa berdiri sendiri dan hanya diatur oleh sistem kultural maupun sistem sosial . Kepribadian adalah sistem motivasi yang ada di dalam diri individu yang mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan disposisi . Kebutuhan ini berbeda bukanlah dorongan naluriah sejak lahir yang dimiliki individu , namun kebutuhan ini timbul karena individu berada dalam setting sosial . Kebutuhan disposisi akan mendorong individu untuk menerima maupun menolak objek yang ada di lingkungan itu maupun untuk mencari dan menemukan objek yang baru . Dengan kata lain , kebutuhan inilah yang mendorong individu untuk terjebak maupun masuk dalam suatu sistem maupun terciptanya sistem .

Parsons membedakan kebutuhan disposisi menjadi tiga jenis , yakni hal yang mendorong aktor untuk mendapatkan cinta , persetujuan , keputusan yang disebabkan dari hubungan sosial mereka . Kedua adalah internalisasi nilai yang mendorong aktor untuk mengamati berbagai standar struktural , dan kemudian menjadi harapan suatu peran untuk memberi maupun mendapatkan respon yang tepat dari hubungan sosial . Seperti yang dapt kita lihat dalam contoh tadi , seorang yang lebih muda akan berbicara lebih sopan kepada orang yang lebih tua maupun yang dituakan .

Dalam hal ini , Parsons dipandang hanya memberi gambaran yang pasif mengenai individu karena dalam penyampaiannya mengenai individu , individu hanya digerakkan oleh kebutuhan disposisi dan kebudayaan yang diinternalisasi atau dengan kata lain , aktor hanya mendapat pengaruh , dan tidak mempengaruhi .

e) Organisme Behavioral

Parsons tidak membahas hal ini terlalu panjang , organisme behavioral dimasukkan karena merupakan sumber energi bagi seluruh sistem . Meski didasarkan pada bangunan genetis , organisasinya dipengaruhi oleh proses pengondisian dan pembelajaran yang terjadi dalam kehidupan individu . Organisme behavioral jelas merupakan sistem bekas dalam karya Parsons , namun paling tidak Parsons dipuji karena Amemasukkannya sebagai bagian dari sosiologinya , jika tidak ada alasan lain selain bahwa ia mengantisipasi adanya minat pada ssiobiologo dan sosiologi tubuh di kalangan beberapa sosiolog (Teori sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 265).

D) Perubahan dan Dinamika Teori Parsonsian

Karya Parsons dengan konsepnya seperti empat sistem tindakan dan imperatif fungsional mengundang tuduhan bahwa ia menawarkan teori teori struktural yang tidak dapat mengatasi perubahan sosial , padahal Parsons telah lama mempedulikan dirinya dengan perubahan sosial dengan sangat , namun ia berpendapat bahwa walaupun studi perubahan sangat penting , tapi itu harus didahului dengan studi struktural . Namun , pada tahun 1960-an , ia tidak dapat lagi melawan serangan ini dan melakukan perubahan besar dalm karyanya ke arah studi perubahan sosial , khususnya studi evolusi sosial (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 265) .

a) Teori Evolusi

Studi Parsons tentang perubahan sosial tidak bisa dilepaskan dari sosiologi , dalam pembahasannya , Parsons mengembangkan sebuah paradigma yang disebutnya “ paradigma perubahan revolusioner “ . Komponen pertama dalam paradigma tersebut , menurut Parsons adalah diferensiasi atau pebedaan . Dia berpendapat bahwa , beberapa subsistem yang terdapat dalam masyarakat berbeda struktur dan signifikasi fungsionalnya dengan masyarakat yang lebih luas .

Subsistem mengalami diferensiasi ketika masyarakat berevolusi , namun masyarakat baru bisa dikatakan berevolusi apabila subsistem yang baru lebih adaptif dari subsistem sebelumnya . Dengan penjelasan ini , Parsons bisa lebih jauh membicarakan ini melalui gagasan tentang upgrading adaptif  , “ Jika diferensiasi melahihrkan sistem yang lebih seimbang dan maju , setiap substruktur yang baru berdiferensiasi . . . pasti akan meningkatkan kapasitas adaptif bagi dijalnkannya fungsi primernya , dibandingkan dengan dijalankannya fungsi tersebut pada struktur sebelumnya yang lenih rumit  . . . Kita dapat menyebut proses ini sebagai aspek upgrading adaptif dari siklus perubahan evolusioner “ (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 266).

Tidak seperti teori Marxian yang menekankan perubahan pada kehancuran total kaum kapitalis , Parsons berbicara tentang perubahan positif dalam evolusi masyarakat , yakni masyarakat dapat mengatasi masalah-masalahnya . Namun dengan masyarakat yang dapat mengatasi masalah untuk berevolusi , masalah integrasi kemudian muncul dengan pengertian bahwa dengan adanya saat subsistem berkembang , maka masalah-masalah timbul pada bagaimana cara mengatur kerja unit-unit ini . Untuk itu , keterampilan dan kemampuan yang lebih luas diperlukan untuk mengatasi masalah itu , langkahnya antara lain , kelompok-kelompok yang sebelumnya tidak berpartisipasi dalam subsistem sebelumnya , harus diberikan kesempatan untuk berkontribusi pada subsistem yang baru . Hal ini menimbulkan efek pada nilai dalam masyarakat yang pastinya mengalami perubahan total karena struktur dan fungsi sosial semakin terdiferensiasi . Namun , pada proses penjalanan subsistem baru pada segenap lapisan masyarakat mendapat kendala dari kelompok yang masih teguh pada nilai dalam subsistem mereka yang lama dan sempit . Contohnya adalah apa yang terjadi pada Suku Anak Dalam yang belum bisa menerima segala modernisasi , dan masih menggantungkan hidupnya pada alam , dan masih mempercayai nilai-nilai tradisional dengan pemberian sesaji .

Dalam analisis tentang proses evolusi , Parsons membagi tahap evolusi menjadi tiga tahap , yakni evolusi primitif , pertengahan , dan modern . Dalam perubahan masyarakat primitif menuju pertengahan , yang berubah adalah perkembangan bahasa , terutama bahasa tertulis , sedangkan perubahan masyarakat pertengahan menuju modern , yang banyak berubah adalah tatanan norma atau yang biasa kita sebut hukum .

b) Media Pertukaran yang Digeneralisasi

Dalam mengenalkan media pertukaran yang digeneralisasi dalam masyarakat , Parsons mengemukakan dan memusatkan pemikirannya pada media berupa uang . Menurut Parsons , uang adalah media pertukaran simbolis , dan uang memiliki kekuatan untuk dibuat , dan beredar dalam masyarakat yang lebih luas . Parsons berpendapat bahwa uang hanya sebagai simbol, bukan besarnya materi yang dapat menjadi fenomena .

Parsons berpendapat bahwa uang dibuat oleh pemimpin dan mengedarkannya dalam masyarakat luas , dalam hal ini tentu saja uang hanya sebagai simbol kekuasaan yang dibuat oleh si penguasa sendiri , dan peredaran dalam masyarakat mengandung pengertian bahwa masyarakat yang termasuk dalam peredaran uang , menggunakan kekuasaan sang pemimpin , dan semakin luas peredaran uang dalam masyarakat , maka akan semakin luas juga kekuasaan si penguasa . Hal ini ditentang oleh Alexander yang berpendapat bahwa uang dapat menimbulkan wirausaha media , misalnya politisi yang tidak hanya sekedar menerima pertukaran itu , dengan begitu , para politisi dapat mengetahui banyak tentang pertukaran sehingga dapat mengubah kauntitas uang sebagai media pertukaran , dan dapat mengubah cara dan arah pertukaran .

Masyarakat Sebagai Sistem Sosial (Talcott Parson)

Menurut Talcott Parson masyarakat sebagai sistem sosial terbagai atas beberapa bagian/kesatuan yaitu :
1. Tindakan Manusia, terbagi atas 2 bagian utama yaitu :
A. Orientasi Motivational
1. Dimensi kognitif
2. Dimensi karateristik
3. Dimensi evaluasional
B. Orientasi Nilai
1. Dimensi kognitif
2. Dimensi apresiatif
3. Dimensi moral
2. Teori AGIL :
1. Adaptation
2. Goal Attainment
3. Integration
4. Latents Pattern Maintanance
3. Variabel Pola (Pattern Variables), terbagi atas :
1. Afektif versus Netral Afektif
2. Orientasi Diri versus Orientasi Kolektif
3. Universalistik versus Patrikuralistik
4. Askripsi versus Prestasi
5. Spesifitas versus kekaburan
Berdasarkan pembagian masyarakat sebagai sistem sosial di atas, menurut Talcott Parson dapat dijelaskan sebagai berikut :
 A. Orientasi Motivational yaitu segala sesuatu dalam masyarakat baik individu maupun kelompok yang menyangkut kepuasan jangka panjang dan kepuasan jangka pendek, atau dengan kata lain ada tujuan utama yang ingin diperoleh dimana tujuan tersebut dapat memperbesar kepuasan dan memperkecil kekecewaan.
• Contoh :
- kepuasan jangka pendek : “ seseorang yang telah selesai bermain bola selama kurang lebih 45 menit akan merasakan capek dan haus, untuk menghilangkan rasa hausnya ia meminum segelas air. Pada saat itulah ketika ia meminum air maka kepuasan jangka pendeknya terpenuhi untuk beberapa saat”.
- kepuasan jangka panjang : “ seseorang yang telah menikah dan kawin dengan wanita pujaan hatinya akan merasakan kepuasan jangka panjangnya karena dengan menikahi wanita tersebut maka keinginannya selama ini untuk memiliki wanita tersebut seumur hidupnya telah terpenuhi”.
Di dalam orientasi motivational ini terbagi lagi atas 3 bagian dimensi yaitu dimensi kognitif, dimensi karateristik, dan dimensi evaluasional.
 Dimensi Kognitif yaitu dapat diartikan sebagai pemahaman terhadap sesuatu.
Contoh : “Kita ingin menikah, dalam hal ini kita harus memiliki dimensi kognitif yang harus kita gunakan untuk memahami sebuah arti pernikahan yang akan kita lakukan. Dimana di dalam sebuah pernikahan itu harus ada rasa saling memahami (latar belakang sosial, budaya dan ekonomi) antara satu sama lain sebelum menuju ketahap pernikahan”. Pernikahan yang diinginkan tersebut dapat terjadi jika kita memahami arti dari dimensi kognitif yang intinya harus ada rasa saling memahami.
 Dimensi Karateristik yaitu berupa tindakan atau reaksi terhadap orang lain yang bersifat emosional dan dapat berupa reaksi positif dan negatif.
Contoh : “Jika seseorang ingin menikah sebaiknya antara keduanya harus mengetahui karakter dari masing-masing (pasangannya) sehingga tidak ada penyesalan dikemudian hari, dimana dalam proses saling memahami tersebut jangan ada kejelakan-kejelekan dari keduanya yang disembunyikan. Hubungan yang dijalin selama dalam proses pra-nikah tersebut akan berakhir pada satu tujuan yaitu nikah (dalam arti positif) dan kandas (dalam arti negatif).
 Dimensi Evaluasional yaitu menyangkut atau terkait dalam dimensi kognitif dan dimensi karateristik, sehingga dalam dimensi ini pengetahuan itu sangatlah mutlak.
Contoh : “Dalam hal pernikahan, pengetahuan yang kita miliki harus digunakan sebaik mungkin untuk memahami (dimensi kognitif) dan mengetahui karakter (dimensi karateristik) pasangan kita, sehingga setelah kita menggunakan pengetahuan yang dimiliki, kita dapat mengambil tindakan/sikap (positif/negatif) dari apa yang telah kita ketahui dari pasangan kita.



 B. Orientasi Nilai yaitu merujuk pada standar-standar normatif, berupa fikiran-fikiran yang dapat mempengaruhi pola hidup seseorang.
• Contoh : Strata perkawinan, dalam hal ini kita melihat sistem kasta yang digunakan di India, dimana kaum brahmana (orang ningrat) tidak diperbolehkan menikah dengan kaum paria (orang miskin) apa pun alasannya, begitu pula sebaliknya, atau dengan kata lain setiap orang yang ingin menikah haruslah menikah dengan orang-orang se-kastanya tidak pada kasta yang di atas maupun di yang bawahnya.
Di dalam orientasi nilai ini Parson membaginya lagi menjadi 3 bagian dimensi yaitu : dimensi kognitif, dimensi apresiatif, dan dimensi moral.
 Dimensi Kognitif yaitu standar-standar normatif yang ada digunakan untuk menolak dan menerima seseorang.
Contoh : Ketika Pak Rahman diundang untuk datang membersihkan mesjid di dekat perumahannya secara bergotong-royong bersama-sama dengan warga yang lain, ia menolak untuk hadir dengan alasan tertentu, namun dengan ketidakhadirannya di mesjid tersebut bukan berarti menghalangi niatnya untuk tidak ikut ambil bagian secara langsung membersihkan mesjid, dengan penuh rasa bertanggung jawab atas undangan yang ditujukan kepadanya untuk membersihkan mesjid biarpun tidak secara langsung, ia lakukan dengan cara memanggil seorang tukang becak untuk menggantikannya membersihkan mesjid atas namanya dan kemudian memberikan uang kepada tukang becak tersebut sebagai ganti atas tidak beroprasinya selama menggantikan pak Rahman membersihkan mesjid. Dalam hal ini penolakan yang dilakukan oleh pak Rahman didasarkan pada standar-standar normatif yang sesuai dimana antara pihak pak Rahman dan pihak tukang becak tidak ada yang dirugikan, malahan tukang becak terbantukan dengan mendapat uang dari membantu menggantikan pak Rahman di mesjid plus dapat makanan gratis dari mesjid setelah membersihkan mesjid bersama-sama dengan warga yang lain.
 Dimensi Apresiasi yaitu berupa penilaian yang diberikan seseorang terhadap orang lain (positif/negatif).
Contoh : Ketika seseorang membantu orang lain yang membutuhkan bantuan misalnya dalam hal finansial, setelah membantu orang tersebut maka secara otomatis si penerima bantuan tersebut akan memberikan apresiasi (penilaian) yang positif kepada si pemberi bantuan karena telah membantunya mengurangi bebannya, namun di sisi lain, akan ada orang lain yang akan memberikan apresiasi negatif karena ia berfikir bahwa si pemberi bantuan membantu karena ada hal-hal tertentu yang ia inginkan dari si penerima bantuan.
 Dimensi Moral yaitu berupa sikap atau tindakan seseorang terhadap orang lain yang didasarkan atas perilaku-perilaku moral.
Contoh : Ketika kita berbicara dengan orang yang lebih tua dari kita misalnya Ibu/bapak maka kita sebagai orang yang paling muda dari mereka akan berbicara secara sopan, baik, dan penuh dengan rasa menghormati agar tidak terjadi rasa ketersinggungan dari mereka. Berbeda ketika kita berbicara dengan orang yang setara dengan kita, dalam berbicara biasanya kita menggunakan kata-kata yang tidak terlalu formal dan tidak terlalu sopan namun dalam batasan-batasan yang wajar.
 Teori AGIL, dalam teori Talcott Parson berupaya mengembangkan dan meyempurnakan model analisis umum yang sangat cocok untuk menganalisis semua bentuk kolektifitas atau organisasi. Dalam hal ini Parson mengeksploitasi mengapa masyarakat bias stabil dan berfungsi. Modelnya yaitu AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, Latern Patten Maintanance) mewakili empat fungsi dasar yang harus dicapai oleh semua system social atau organisasi social jika ingin bertaha.
 Adaptation (adaptasi) Penyesuaian
Yaitu kemampuan suatu sistem untuk meyerap dari lingkungan serta membagikannya kebagian-bagian dari sistem yang lainnya atau dengan kata lain kemampuan sistem sosial untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi.
Contoh : Sistem budaya asing yang masuk ke Indonesia, utamanya cara berpakaian. Otomatis secara tidak langsung budaya asing tersebut akan berusaha menyesuaikan diri dengan budaya yang ada di Indonesia. Budaya asing ini akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat beradaptasi dengan budaya Indonesia sehingga dari hasil adaptasi tersebut akan muncul suatu budaya yang bercorak ke-Indonesiaan, atau budaya yang bercorak kebarat-baratan(westernisasi) ataukah budaya baru perpaduan kedua budaya tersebut.
 Goal Attainment (pencapaian tujuan)
Yaitu dari sekian banyak tujuan yang ingin dicapai harus ada sebuah tujuan yang dipilih yang paling dibutuhkan dan mewakili dari sekian banyak tujuan yang ada.
Contoh : Ketika kita ingin membantu sebuah desa yang sangat terpencil, dimana di desa tersebut terdapat berbagai masalah seperti :
1. Gizi buruk
2. Tidak Adanya Posyandu
3. Tidak Adanya Listrik
Dari sekian banyak masalah di atas yang dihadapi desa tersebut maka yang paling utama dan paling mendesak yang akan dilakukan sebagaimana pengertian dari Goal Attainment adalah pemberantasan masalah gizi buruk karena untuk masalah ini sangatlah penting sebab tanpa penanganan gizi buruk yang terjadi mustahil untuk menyelesaikan masalah yang lain. Masalah yang lain dapat ditangani ketika masalah gizi buruk yang melanda desa dapat diberantas sehingga jalan menuju peneyelesaian masalah yang lain akan menjadi gampang.
 Integration (integrasi) berembuk
1. Proses penyesuaian dari unsur-unsur yang pokok menjadi satu kesatuan yang utuh dan menyatukan bagian-bagian dari suatu sistem menjadi sebuah sistem yang memiliki fungsi.
2. Menunjukkan adanya solidaritas sosial dari bagian-bagian yang mementuknya, serta berperannya masing-masing unsur tersebut sesuai dengan posisinya.







PENDAHULUAN
Istilah Komunikasi Sosial dan Pembangunan sesungguhnya merupakan gabungan dari dua istilah, yakni Komunikasi Sosial dan. Komunikasi Pembangunan. Secara substansial, kedua istilah tersebut tidak mengandung perbedaan. Artinya, materi bahasan yang terkandung di dalamnya sama-sama berbicara tentang bagaimana komunikasi harus dilakukan, sehingga berperan sebagai penunjang pelaksanaan program-program pembangunan dalam rangkan menciptakan perubahan pada suatu sistem sosial, yakni perubahan sosial (social changes).
Secara teoretis, pembangunan merupakan upaya untuk menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga program-program pembangunan yang dicanangkan senantiasa bersifat ide-ide pembaruan (inovasi), baik yang berupa fisik maupun nonfisik. Program pembangunan yang bersifat fisik, misalnya berupa pembangunan infrastruktur, sedangkan program pembangunan yang brsifat nonfisik misalnya pembangunan suprastruktur dan pemberdayaan manusia (sumber daya manusia).
Oleh karena itu, proses komunikasi pembangunan dan/atau komunikasi sosial selalui ditandai dan dimulai dengan aktivitas difusi inovasi yang dilanjutkan dengan aktivitas pembangunan masyarakat (community development) dengan tujuan agar pelaksanaan program-program pembangunan tersebut benar-benar berdampak positif terhadap masyarakat yang menjadi sasarannya.
Sehubungan dengan hal-hal di atas, untuk dapat memiliki pemahaman tentang komunikasi sosial dan pembangunan (komunikasi pembangunan) secara sistematis dan komprehensip, kita perlu memilki pemahahaman awal tentang konsep-konsep: sistem sosial, perubahan sosial, difusi, inovasi,pembangunan, dan komunikasi pembangunan itu sendiri.
SISTEM SOSIAL
Dalam proses komunikasi pembangunan, sistem sosial merupakan target atau sasaran dari perubahan yang akan diciptakan. Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Sebuah sistem sosial terdiri dari subsitem-subsistem sosial yang dalam konteks tertentu dapat pula menjadi sistem tersendiri (sitem sosial tersendiri). Ditinjau dari luas lingkupnya, sistem sosial dapat berupa sistem yang sangat besar, misalnya sebuah bangsa, sebuah komunitas budaya, komunitas sosial, dan masyarakat. Namun demikian, sistem sosial dapat pula berupa kumpulan unit manusia dalam skala kecil, misalnya organisasi dan kelompok.
PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap:
1.              Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
2.              Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
3.              Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Jenis-jenis Perubahan Sosial
Salah satu cara untuk mengidentifikasi jenis-jenis perubahan sosial yang terjadi adalah dengan mencermati dari mana sumber terjadinya perubahan itu. Jika perubahan itu bersumber dari dalam sistem sosial itu sendiri, perubahan yang terjadi disebut perubahan imanen. Sedangkan jika sumbernya ide baru itu berasal dari luar sistem sosial, disebut perubahan kontak.
Perubahan imanen terjadi jika anggota sistem sosial menciptakan dan mengembangkan ide baru dengan sedikit atau tanpa pengaruh sama sekali dari pihak luar dan kemudian ide baru itu menyebar ke seluruh sistem sosial.
Perubahan kontak terjadi jika sumber dari luar sistem sosial memperkenalkan ide baru ke dalam suatu sistem sosial. Dengan demikian, perubahan kontak merupakan gejala “antarsistem”. Ada dua macam perubahan kontak, yaituperubahan kontak selektif dan perubahan kontak terarah. Perbedaan perubahan tersebut tergantung dari mana kita mengamati datangnya kebutuhan untuk berubah itu, dari dalamkah atau dari luar sistem sosial.
Perubahan kontak selektif terjadi jika anggota sistem sosial terbuka pada pengaruh dari luar (bersikap kosmopolitan) pada pengaruh dari luar dan menerima atau menolak ide baru itu berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan sendiri (felt-needs). Perubahan kontak terarah atau perubahan terencana (planned changes) adalah perubahan yang disengaja dengan adanya orang luar atau sebagian anggota sitem sosial yang bertindak sebagai agen pembaru (agent of changes) yang secara intensifberusaha memperkenalkan ide-ide baru untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga dari luar.
Ditinjau dari cakupan sasarannya, perubahan sosial dapat berupa perubahan dalam tataran mikro dan tataran makro. Perubahan yang terjadi dalam tataran mikro adalah perubahan yang terjadi dalam level individual, ketika seseorang menerima atau menolak inovasi, sehingga berdampak pada perilaku orang tersebut, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Perubahan yang terjadi dalam tataran makro adalah perubahan pada level sistem sosial, ketika dalam sistem sosial terjadi struktur dan fungsi sistem sosial.
KOMUNIKASI DAN PERUBAHAN SOSIAL
Komunikasi merupakan unsur yang sangat penting dalam proses perubahan sosial. Kita sama-sama paham, secara sederhana komunikasi adalah proses di mana pesan-pesan dioperkan dari sumber kepada penerima, baik secara langsung maupun melalui media tertentu. Dalam proses perubahan sosial, pesan-pesan yang terkandung dan dioperkan oleh sumber kepada penerima itu berupa ide-ide pembaruan atau inovasi. Oleh karena itu, komunikasi yang digunakan untuk menciptakan perubahan sosial dikenal dengan istilahkomunikasi sosial atau komunikasi pembangunan.
Salah satu tipe komunikasi sosial/komonikasi pembangunan yang paling menonjol adalah difusi. Difusi merupakan proses dimana inovasi tersebar ke dalam sistem sosial. Oleh karen itu, difusi dipandang sebagai kajian komunikasi tersendiri yang memokuskan telaahan tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru.
Unsur-unsur Difusi
Difusi sebagai sebuah proses penyebaran ide baru dapat terjadi jika ada (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan memlalui saluran tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4) anggota suatu sitem sosial.
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap abru oleh seseorang di mana kebaruannya itu bersifat relatif. Suatu gagasan dapat dianggap sebagai sebuah inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu, tetapi juga dapat dianggap bukan inovasi oleh anggota sistem sosial lainnya.
Saluran komunikasi dalam proses difusi dapat berupa media massa atau media interpersonal. Jangka waktu adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses penyebaran inovasi dan proses pengambilan keputusan adopsi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan adopsi oleh anggota sistem sosial tergantung pada tingkat keinovatifan anggota sistem sosial serta ciri karakteristik inovasi yang ditawarkan dalam pandangan anggota sistem sosial.
Ciri karakteristik atau sifat inovasi terdiri dari:
1.              Keuntungan Relatif (Relative Advantage)
2.              Kompatibilitas (Compatibility)
3.              Kompleksitas (Complexity)
4.              Trialabilitas (Trialability)
5.              Obsevabilitas (Observability)
Tingkat keinovatifan anggota sistem sosial disebut kategori adopter terdiri dari:
Inovator, adopter pemula, mayoritas awal, mayoritas akhir, dan laggard.

1 komentar: