A) EMPAT IMPERATIF FUNGSIONAL
Menurut Parsons , terdapat empat fungsi dalam sistem setelah
menggunakan pengertian dari fungsi , yakni “ suatu gugussan aktivitas yang
diarahkan untuk memenuhi satu atau beberapa kebutuhan sistem “ (Teori
Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 257 ) . Melalui pengertian itu
, Parsons membagi fungsi menjadi empat
yang terkenal dengan AGIL , yakni :
1) Adaptation / adaptasi : Sistem harus memnuhi kebtuhan
situasional yang dating dari luar . Ia harus beradaptasi dengan lingkungan dan
menyasuaikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya . Contohnya , suatu
sistem akan menyaring budaya barat yang masuk ke dalam suatu masyarakat melalui
aturan – aturan yang ada dalam masyarakat itu sendiri , antara lain aturan
tentang kesopanan berpakaian , maupun kesopanan berbicara terhadap orang yang
lebih tua . Aturan-aturan itu akan mempengaruhi tindakan suatu masyarakat .
2) Goal Attaintment / pencapaian tujuan : Sistem harus
mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya . Artinya , sistem
diharuskan untuk mengerucutkan pemikiran individu agar dapat membentuk
kepribadian individu dalam mencapai tujuan dari sistem itu sendiri . Contohnya
, orang yang ada dalam sistem pendidikan akan mengarahkan dirinya untuk suatu
tujuan , antara lain , guru akan membimbing muridnya menuju kelulusan dengan
nilai memuaskan , dan seorang murid akan mengarahkan dirinya untuk menuju
kelulusan dengan kepatuhan , maupun kerajinan dalam dirinya .
3) Integration / integrasi : Sistem harus mengatur hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya . Ia pun harus mengatur hubugan antar
ketiga imperative fungsional , yakni adaptation , goal , dan latensi .
4) Latensi / pemeliharaan pola : Sistem harus melengkapi ,
memlihara , dan memperbarui motivasi individu dan pola-pola budaya yang
menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut .
B) PENGGUNAAN EMPAT IMPERATIF FUNGSIONAL
Dalam pembuatan skemanya , Parsons juga nenjabarkan
bagaimana Parsons menggunakan AGIL . Penggunaan AGIL mencakup organisme
behavioral , yakni sistem tindakan yang menangani fungsi adaptasi dengan
menyesuaikan dan mengubah dunia luar . Sitem kepribadian menjalankan fungsi
pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem dan memobilisasi sumber
daya yang digunakan untuk mencapainya . Sistem sosial menangani fungsi
integrasi dengan mengontrol bagian-bagian yang menjadi komponennya . Akhirnya ,
sistem kultural menjalankan fungsi latensi dengan membekali aktor dengan norma
dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak .
C) KOMPONEN YANG ADA DALAM PENGGUNAAN EMPAT IMPERATIF
FUNGSIONAL
a) Sistem tindakan :
Menurut Parsons , terdapat enam lingkungan sistem tindakan
yang mendorong manusia untuk bertindak . Yakni adanya realitas hakiki , sistem
kultural , sistem sosial , sistem kepribadian , organisme behavorial , dan
adanya lingkungan fisik-organik . Dalam lingkungan sistem tindakan , Parsons
mengintegrasikan sistem dalam dua aspek , aspek pertama , setiap level yang
lebih rendah menyediakan syarat , energi yang dibutuhkan dalam level yang lebih
tinggi . Kedua , level yang lebih tinggi mengontrol level-level yang hirarkinya
berada di bawah mereka .
Dalam lingkungan sistem tindakan , level terendah adalah
lingkungan fisik dan organik yang terdiri dari unsur-unsur tubuh manusia ,
anatomi ,dan fisiologi yang sifatnya non simbolis sedangkan level tertinggi
adalah realitas hakiki .
Contoh dari sistem tindakan Parsons adalah Pancasila yang
ada di negara Indonesia akan mendorong segenap warga untuk melaksanakan semua
yang ada di dalamnya , antara lain menghargai keberagaman agama yang ada di
Indonesia , menjunjng hak-hak asasi manusia dengan keadilan , menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan bangsa , masyarakat akan mengadakan musyarwarah apabila
ada sesuatu yang harus disetujui agar mencapai mufakat , dan selalu menghargai
semua yang ada dalam kehidupan sosial bangsa Indonesia agar tercipta masyarakat
yang adil dan makmur .
b) Sistem sosial :
Konsepsi Parsons tentang sistem sosial dimulai dari level
mikro , yaitu interaksi interaksi antara ego dan alter ego , yang diartikan
sebagai bentuk dasar dari sistem sosial . Parsons berpendapat bahwa ciri-ciri
sistem interaksi ini hadir dalam bentuk yang lebih kompleks yang diciptakan
oleh sistem sosial . Menurut Parsons , sistem sosial adalah “ Sistem yang
terdiri dari beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam
situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan , aktor yang
cederung termotivasi ke arah optimisasi kepuasan dan yang hubunganna dengan
situasi mereka , termasuk hubungan satu sama lain , didefinisikan dan
diperantarai dalam bentuk sistem simbol yang terstruktur secara kultral dan
dimiliki bersama . (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 259 )
Walaupun sistem sosial identik dengan sistem interaksi ,
namun Parsons menganggap interaksi bukan merupakan hal terpenting dalam sistem
sosial , namun ia menempatkan status peran sebagai unit yang mendasari sistem .
Status peran merupakan komponen strukturl sistem sosial . Status merujuk pada
posisi struktural dalam sistem sosial , dan peran adalah apa yang dilakukan
aktor dalam suatu posisi . Aktor tidak dipandang menurut pemikiran dan tindakan
, karena dia tidak lain hanyalah sekumpulan status dan peran . Contohnya ,
sosialisasi dalam masyarakat membutuhkan seseorang yang mempunyai posisi
struktural yang lebih tinggi daripada masyarakat yang diberikan sosialisasi .
Seorang pengamen tidak mungkin mengadakan sosialisasi bagaimana melakukan
bersih desa yang seharusnya dilakukan oleh seorang kepala desa di situ .
Dalam analisis sitem sosialnya , Parsons terutama tertarik
pada komponen-komponen strukturalnya . Selain perhatian terhadap status peran ,
Parsons tertarik pada komponen sistem sosial skala besar seperti kolektivitas ,
norma , dan nilai . (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 260)
Dalam analisis sistem sosialnya , Parsons menguraikan
sejumlah prasyarat fungsional bagi sistem sosial . Pertama , Sistem sosial
harus terstruktur sedemikian rupa agar dapat beroperasi dengan sistem lain .
Kedua , Sistem sosial harus didukung oleh sistem lain agar dapat bertahan .
Ketiga , sistem harus secara signifikan memenuhi kebutuhan proporsi kebutuhan
aktor-aktornya . Keempat , sistem harus menimbulkan partisipasa yang memadai
dari anggotanya . Kelima , sistem harus memiliki kontrol minimum yang terhadap
perilaku yang berpotensi merusak . Keenam , konflik yang menimbulkan kerusakan
tinggi harus dikontrol .
*) Aktor dan Sistem Sosial
Ketika membahas sistem sosial , Parsons tidak sepenuhnya
mengesampingkan masalah hubungan antar aktor dengan struktur sosial .
Sebaliknya , ia menyebut integrasi pola-pola nilai dan kebutuhan disposisi
dengan “dinamika fundamental teorema sosiologi” (Teori Sosiologi, George Ritzer
, Douglas J. Goodman : 260) . Karena perhatian utamanya pada sistem sosial ,
yang terpenting dalam integrasi ini adalah internalisasi dan sosialisasi .
Dalam sosialisasi yang sukses , nilai , dan norma akan terinternalisasi atau
dengan kata lain , mereka menjadi bagian dari nurani aktor , sehingga dalam
mengejar kepentingan mereka , para aktor tengah menjalankan kepentingan sistem
secara keseluruhan . Aktor adalah penerima pasif dalam proses sosialisasi .
Anak-anak tidak hanya tahu cara bertindak , mereka juga mengetahui norma dan
nilai , serta moral masyarakat . Sosialisasi digambarkan sebagai proses
penjagaan dimana kebutuhan disposisi mengikatkan anak-anak dalam sistem sosial
. Untuk itu , akan diadakan sarana-sarana yang akan dimiliki anak-anak untuk
mengembangkan kreativitas dan memuskan kebutuhannya , dan kebutuhan akan
kepuasan akan mengikat anak-anak pada sistem yang diharuskan .
Menurut Parsons , alur pertahanan kedua dalam sistem adalah
kontrol sosial . Suatu sistem akan berjalan baik apabila kontrol sosial hanya
dijalankan sebagai pendamping , sebab sistem harus mampu menoleransi sejumlah
variasi , maupun penyimpangan . Sosialisasi dan kontrol sosial adalah mekanisme
utama yang memungkinkan sistem sosial mempertahankan ekuilibriumnya . Jumlah individu yang sedikit dan berbagai
bentuk penyimpangan dapat terakomodasi , namun bentuk-bentuk lain yang lebih
ekstrim harus diakomodasi oleh mekanisme penyeimbang baru.
Intinya adalah Parsons ingin menekankan bahwa analisisnya
mengacu tentang bagaimanasistem mengontrol aktor , bukan bagaimana aktor
menciptakan dan memelihara sistem .
*) Masyarakat
Menurut Parsons , sistem sosial yang paling spesifik adalah
masyarakat, yang dijabarkan sebagai “sebuah kolektivitas yang relatif mandiri ,
dan anggotanya mampu memenuhi seluruh kebutuhan individual dan kolektif dan
sepenuhnya hidup dalam kerangka kerja kolektif” (Teori Sosiologi, George
Ritzerdan , Douglas J. Goodman : 262). Menurut Parsons , di dalam masyarakat
ada empat subsistem saat menjalankan fungsi AGIL . Ekonomi adalah subsistem
yang dapat digunakan masyarakat dalam beradaptasi dengan lingkungan melalui
kerja , produksi , dan alokasi . Melalui kerja , ekonomi menyesuaikan
lingkungan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat , dan ia membantu masyarakat
beradaptasi dengan realita yang ada di luar . Subsistem kedua adalah politik
yang digunakan masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan mereka serta
memobilisasi aktor dan sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut . Subsistem
ketiga adalah sistem pengasuhan misalnya sekolah , maupun keluarga yang
menangani pemeliharaan pola-pola yang ada dalam masyarakat agar tidak berubah
dengan mengajarkan kebudayaan berupa nilai dan norma kepada aktor yang
menginternalisasikannya kepada mereka . Akhirnya , komunitas masyarakat sebagai
subsistem keempat akan mengatur berbagai komponen masyarakat .
c) Sistem Kultural
Menurut Parsons , kebudayaan merpakan kekuatan utama yang
mengikat sistem tindakan . Hal ini disebabkan karena di dalam kebudayaan
terdapat norma dan nilai yang harus ditaati oleh individu untuk mencapai tujuan
dari kebudayaan itu sendiri . Nilai dan norma itu akan diinternalisasikan oleh
aktor ke dalam dirinya sebagai suatu proses dalam sistem kepribadian agar
membentuk individu sesuai yang diinginkan dalam sistem kultural . Contohnya ,
nilai dan norma akan mendorong individu untuk bertutur kata lebih sopan kepada
orang yang lebih tua maupun orang yang dituakan .
Parsons berpendapat bahwa sistem kultural sama dengan sistem
tindakan yang lain . Jadi , kebudayaan adalah sistem simbol yang terpola dan
tertata yang merupakan sarana orientasi aktor , aspek sistem kepribadian yang
diinternalisasikan , dan pola-pola yang terinstitusionalkan dalam sistem sosial
(Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman : 263) . Artinya sistem
kultural dapat dikatakan sebagai sala satu pengendali sistem kepribadian .
d) Sistem Kepribadian
Sistem kepribadian tidak hanya dikendalikan oleh sistem
kultural , namun juga dikendalikan oleh sistem sosial . Ini tidak berarti tidak
ada tempat independen atau bebas pada sistem kepribadian , “ Pandangan Parsons
adalah , kendati konteks utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial
dan kebudayaan melalui sosialisasi , kepribadian menjadi sistem independen
karena hubungannya dengan organismenya sendiri dan melaluikeunikan pengalaman
hidupnya sendiri ; sistem kepribadian bukanlah sekadar epifenomena (Teori
Sosiologi,George Ritzer , Douglas J. Goodman : 263).
Kritik Parsons tentang kepribadian ialah , dia tidak
membiarkan kepribadian sebagai sistem yang tidak independen atau tidak bisa
berdiri sendiri dan hanya diatur oleh sistem kultural maupun sistem sosial .
Kepribadian adalah sistem motivasi yang ada di dalam diri individu yang mempunyai
tujuan untuk memenuhi kebutuhan disposisi . Kebutuhan ini berbeda bukanlah
dorongan naluriah sejak lahir yang dimiliki individu , namun kebutuhan ini
timbul karena individu berada dalam setting sosial . Kebutuhan disposisi akan
mendorong individu untuk menerima maupun menolak objek yang ada di lingkungan
itu maupun untuk mencari dan menemukan objek yang baru . Dengan kata lain ,
kebutuhan inilah yang mendorong individu untuk terjebak maupun masuk dalam
suatu sistem maupun terciptanya sistem .
Parsons membedakan kebutuhan disposisi menjadi tiga jenis ,
yakni hal yang mendorong aktor untuk mendapatkan cinta , persetujuan ,
keputusan yang disebabkan dari hubungan sosial mereka . Kedua adalah
internalisasi nilai yang mendorong aktor untuk mengamati berbagai standar
struktural , dan kemudian menjadi harapan suatu peran untuk memberi maupun
mendapatkan respon yang tepat dari hubungan sosial . Seperti yang dapt kita
lihat dalam contoh tadi , seorang yang lebih muda akan berbicara lebih sopan
kepada orang yang lebih tua maupun yang dituakan .
Dalam hal ini , Parsons dipandang hanya memberi gambaran
yang pasif mengenai individu karena dalam penyampaiannya mengenai individu ,
individu hanya digerakkan oleh kebutuhan disposisi dan kebudayaan yang
diinternalisasi atau dengan kata lain , aktor hanya mendapat pengaruh , dan
tidak mempengaruhi .
e) Organisme Behavioral
Parsons tidak membahas hal ini terlalu panjang , organisme
behavioral dimasukkan karena merupakan sumber energi bagi seluruh sistem .
Meski didasarkan pada bangunan genetis , organisasinya dipengaruhi oleh proses
pengondisian dan pembelajaran yang terjadi dalam kehidupan individu . Organisme
behavioral jelas merupakan sistem bekas dalam karya Parsons , namun paling
tidak Parsons dipuji karena Amemasukkannya sebagai bagian dari sosiologinya ,
jika tidak ada alasan lain selain bahwa ia mengantisipasi adanya minat pada
ssiobiologo dan sosiologi tubuh di kalangan beberapa sosiolog (Teori sosiologi,
George Ritzer , Douglas J. Goodman : 265).
D) Perubahan dan Dinamika Teori Parsonsian
Karya Parsons dengan konsepnya seperti empat sistem tindakan
dan imperatif fungsional mengundang tuduhan bahwa ia menawarkan teori teori
struktural yang tidak dapat mengatasi perubahan sosial , padahal Parsons telah
lama mempedulikan dirinya dengan perubahan sosial dengan sangat , namun ia
berpendapat bahwa walaupun studi perubahan sangat penting , tapi itu harus
didahului dengan studi struktural . Namun , pada tahun 1960-an , ia tidak dapat
lagi melawan serangan ini dan melakukan perubahan besar dalm karyanya ke arah
studi perubahan sosial , khususnya studi evolusi sosial (Teori Sosiologi,
George Ritzer , Douglas J. Goodman : 265) .
a) Teori Evolusi
Studi Parsons tentang perubahan sosial tidak bisa dilepaskan
dari sosiologi , dalam pembahasannya , Parsons mengembangkan sebuah paradigma
yang disebutnya “ paradigma perubahan revolusioner “ . Komponen pertama dalam
paradigma tersebut , menurut Parsons adalah diferensiasi atau pebedaan . Dia
berpendapat bahwa , beberapa subsistem yang terdapat dalam masyarakat berbeda
struktur dan signifikasi fungsionalnya dengan masyarakat yang lebih luas .
Subsistem mengalami diferensiasi ketika masyarakat
berevolusi , namun masyarakat baru bisa dikatakan berevolusi apabila subsistem
yang baru lebih adaptif dari subsistem sebelumnya . Dengan penjelasan ini ,
Parsons bisa lebih jauh membicarakan ini melalui gagasan tentang upgrading
adaptif , “ Jika diferensiasi
melahihrkan sistem yang lebih seimbang dan maju , setiap substruktur yang baru
berdiferensiasi . . . pasti akan meningkatkan kapasitas adaptif bagi
dijalnkannya fungsi primernya , dibandingkan dengan dijalankannya fungsi
tersebut pada struktur sebelumnya yang lenih rumit . . . Kita dapat menyebut proses ini sebagai
aspek upgrading adaptif dari siklus perubahan evolusioner “ (Teori Sosiologi,
George Ritzer , Douglas J. Goodman : 266).
Tidak seperti teori Marxian yang menekankan perubahan pada
kehancuran total kaum kapitalis , Parsons berbicara tentang perubahan positif
dalam evolusi masyarakat , yakni masyarakat dapat mengatasi masalah-masalahnya
. Namun dengan masyarakat yang dapat mengatasi masalah untuk berevolusi ,
masalah integrasi kemudian muncul dengan pengertian bahwa dengan adanya saat
subsistem berkembang , maka masalah-masalah timbul pada bagaimana cara mengatur
kerja unit-unit ini . Untuk itu , keterampilan dan kemampuan yang lebih luas
diperlukan untuk mengatasi masalah itu , langkahnya antara lain ,
kelompok-kelompok yang sebelumnya tidak berpartisipasi dalam subsistem
sebelumnya , harus diberikan kesempatan untuk berkontribusi pada subsistem yang
baru . Hal ini menimbulkan efek pada nilai dalam masyarakat yang pastinya
mengalami perubahan total karena struktur dan fungsi sosial semakin
terdiferensiasi . Namun , pada proses penjalanan subsistem baru pada segenap
lapisan masyarakat mendapat kendala dari kelompok yang masih teguh pada nilai
dalam subsistem mereka yang lama dan sempit . Contohnya adalah apa yang terjadi
pada Suku Anak Dalam yang belum bisa menerima segala modernisasi , dan masih
menggantungkan hidupnya pada alam , dan masih mempercayai nilai-nilai
tradisional dengan pemberian sesaji .
Dalam analisis tentang proses evolusi , Parsons membagi
tahap evolusi menjadi tiga tahap , yakni evolusi primitif , pertengahan , dan
modern . Dalam perubahan masyarakat primitif menuju pertengahan , yang berubah
adalah perkembangan bahasa , terutama bahasa tertulis , sedangkan perubahan
masyarakat pertengahan menuju modern , yang banyak berubah adalah tatanan norma
atau yang biasa kita sebut hukum .
b) Media Pertukaran yang Digeneralisasi
Dalam mengenalkan media pertukaran yang digeneralisasi dalam
masyarakat , Parsons mengemukakan dan memusatkan pemikirannya pada media berupa
uang . Menurut Parsons , uang adalah media pertukaran simbolis , dan uang
memiliki kekuatan untuk dibuat , dan beredar dalam masyarakat yang lebih luas .
Parsons berpendapat bahwa uang hanya sebagai simbol, bukan besarnya materi yang
dapat menjadi fenomena .
Parsons berpendapat bahwa uang dibuat oleh pemimpin dan
mengedarkannya dalam masyarakat luas , dalam hal ini tentu saja uang hanya
sebagai simbol kekuasaan yang dibuat oleh si penguasa sendiri , dan peredaran
dalam masyarakat mengandung pengertian bahwa masyarakat yang termasuk dalam
peredaran uang , menggunakan kekuasaan sang pemimpin , dan semakin luas
peredaran uang dalam masyarakat , maka akan semakin luas juga kekuasaan si
penguasa . Hal ini ditentang oleh Alexander yang berpendapat bahwa uang dapat menimbulkan
wirausaha media , misalnya politisi yang tidak hanya sekedar menerima
pertukaran itu , dengan begitu , para politisi dapat mengetahui banyak tentang
pertukaran sehingga dapat mengubah kauntitas uang sebagai media pertukaran ,
dan dapat mengubah cara dan arah pertukaran .
Masyarakat Sebagai Sistem Sosial (Talcott Parson)
Menurut Talcott Parson masyarakat sebagai sistem sosial
terbagai atas beberapa bagian/kesatuan yaitu :
1. Tindakan Manusia, terbagi atas 2 bagian utama yaitu :
A. Orientasi Motivational
1. Dimensi kognitif
2. Dimensi karateristik
3. Dimensi evaluasional
B. Orientasi Nilai
1. Dimensi kognitif
2. Dimensi apresiatif
3. Dimensi moral
2. Teori AGIL :
1. Adaptation
2. Goal Attainment
3. Integration
4. Latents Pattern Maintanance
3. Variabel Pola (Pattern Variables), terbagi atas :
1. Afektif versus Netral Afektif
2. Orientasi Diri versus Orientasi Kolektif
3. Universalistik versus Patrikuralistik
4. Askripsi versus Prestasi
5. Spesifitas versus kekaburan
Berdasarkan pembagian masyarakat sebagai sistem sosial di
atas, menurut Talcott Parson dapat dijelaskan sebagai berikut :
A. Orientasi
Motivational yaitu segala sesuatu dalam masyarakat baik individu maupun
kelompok yang menyangkut kepuasan jangka panjang dan kepuasan jangka pendek, atau
dengan kata lain ada tujuan utama yang ingin diperoleh dimana tujuan tersebut
dapat memperbesar kepuasan dan memperkecil kekecewaan.
• Contoh :
- kepuasan jangka pendek : “ seseorang yang telah selesai
bermain bola selama kurang lebih 45 menit akan merasakan capek dan haus, untuk
menghilangkan rasa hausnya ia meminum segelas air. Pada saat itulah ketika ia
meminum air maka kepuasan jangka pendeknya terpenuhi untuk beberapa saat”.
- kepuasan jangka panjang : “ seseorang yang telah menikah
dan kawin dengan wanita pujaan hatinya akan merasakan kepuasan jangka
panjangnya karena dengan menikahi wanita tersebut maka keinginannya selama ini
untuk memiliki wanita tersebut seumur hidupnya telah terpenuhi”.
Di dalam orientasi motivational ini terbagi lagi atas 3
bagian dimensi yaitu dimensi kognitif, dimensi karateristik, dan dimensi
evaluasional.
Dimensi
Kognitif yaitu dapat diartikan sebagai pemahaman terhadap sesuatu.
Contoh : “Kita ingin menikah, dalam hal ini kita harus
memiliki dimensi kognitif yang harus kita gunakan untuk memahami sebuah arti
pernikahan yang akan kita lakukan. Dimana di dalam sebuah pernikahan itu harus
ada rasa saling memahami (latar belakang sosial, budaya dan ekonomi) antara
satu sama lain sebelum menuju ketahap pernikahan”. Pernikahan yang diinginkan
tersebut dapat terjadi jika kita memahami arti dari dimensi kognitif yang
intinya harus ada rasa saling memahami.
Dimensi
Karateristik yaitu berupa tindakan atau reaksi terhadap orang lain yang
bersifat emosional dan dapat berupa reaksi positif dan negatif.
Contoh : “Jika seseorang ingin menikah sebaiknya antara
keduanya harus mengetahui karakter dari masing-masing (pasangannya) sehingga
tidak ada penyesalan dikemudian hari, dimana dalam proses saling memahami
tersebut jangan ada kejelakan-kejelekan dari keduanya yang disembunyikan.
Hubungan yang dijalin selama dalam proses pra-nikah tersebut akan berakhir pada
satu tujuan yaitu nikah (dalam arti positif) dan kandas (dalam arti negatif).
Dimensi
Evaluasional yaitu menyangkut atau terkait dalam dimensi kognitif dan
dimensi karateristik, sehingga dalam dimensi ini pengetahuan itu sangatlah
mutlak.
Contoh : “Dalam hal pernikahan, pengetahuan yang kita miliki
harus digunakan sebaik mungkin untuk memahami (dimensi kognitif) dan mengetahui
karakter (dimensi karateristik) pasangan kita, sehingga setelah kita
menggunakan pengetahuan yang dimiliki, kita dapat mengambil tindakan/sikap
(positif/negatif) dari apa yang telah kita ketahui dari pasangan kita.
B. Orientasi
Nilai yaitu merujuk pada standar-standar normatif, berupa
fikiran-fikiran yang dapat mempengaruhi pola hidup seseorang.
• Contoh : Strata perkawinan, dalam hal ini kita melihat
sistem kasta yang digunakan di India, dimana kaum brahmana (orang ningrat)
tidak diperbolehkan menikah dengan kaum paria (orang miskin) apa pun alasannya,
begitu pula sebaliknya, atau dengan kata lain setiap orang yang ingin menikah
haruslah menikah dengan orang-orang se-kastanya tidak pada kasta yang di atas
maupun di yang bawahnya.
Di dalam orientasi nilai ini Parson membaginya lagi menjadi
3 bagian dimensi yaitu : dimensi kognitif, dimensi apresiatif, dan dimensi
moral.
Dimensi
Kognitif yaitu standar-standar normatif yang ada digunakan untuk menolak dan
menerima seseorang.
Contoh : Ketika Pak Rahman diundang untuk datang
membersihkan mesjid di dekat perumahannya secara bergotong-royong bersama-sama
dengan warga yang lain, ia menolak untuk hadir dengan alasan tertentu, namun
dengan ketidakhadirannya di mesjid tersebut bukan berarti menghalangi niatnya
untuk tidak ikut ambil bagian secara langsung membersihkan mesjid, dengan penuh
rasa bertanggung jawab atas undangan yang ditujukan kepadanya untuk
membersihkan mesjid biarpun tidak secara langsung, ia lakukan dengan cara
memanggil seorang tukang becak untuk menggantikannya membersihkan mesjid atas
namanya dan kemudian memberikan uang kepada tukang becak tersebut sebagai ganti
atas tidak beroprasinya selama menggantikan pak Rahman membersihkan mesjid.
Dalam hal ini penolakan yang dilakukan oleh pak Rahman didasarkan pada
standar-standar normatif yang sesuai dimana antara pihak pak Rahman dan pihak
tukang becak tidak ada yang dirugikan, malahan tukang becak terbantukan dengan
mendapat uang dari membantu menggantikan pak Rahman di mesjid plus dapat
makanan gratis dari mesjid setelah membersihkan mesjid bersama-sama dengan
warga yang lain.
Dimensi
Apresiasi yaitu berupa penilaian yang diberikan seseorang terhadap orang lain
(positif/negatif).
Contoh : Ketika seseorang membantu orang lain yang
membutuhkan bantuan misalnya dalam hal finansial, setelah membantu orang
tersebut maka secara otomatis si penerima bantuan tersebut akan memberikan
apresiasi (penilaian) yang positif kepada si pemberi bantuan karena telah
membantunya mengurangi bebannya, namun di sisi lain, akan ada orang lain yang
akan memberikan apresiasi negatif karena ia berfikir bahwa si pemberi bantuan
membantu karena ada hal-hal tertentu yang ia inginkan dari si penerima bantuan.
Dimensi Moral
yaitu berupa sikap atau tindakan seseorang terhadap orang lain yang didasarkan
atas perilaku-perilaku moral.
Contoh : Ketika kita berbicara dengan orang yang lebih tua
dari kita misalnya Ibu/bapak maka kita sebagai orang yang paling muda dari
mereka akan berbicara secara sopan, baik, dan penuh dengan rasa menghormati
agar tidak terjadi rasa ketersinggungan dari mereka. Berbeda ketika kita
berbicara dengan orang yang setara dengan kita, dalam berbicara biasanya kita
menggunakan kata-kata yang tidak terlalu formal dan tidak terlalu sopan namun
dalam batasan-batasan yang wajar.
Teori AGIL,
dalam teori Talcott Parson berupaya mengembangkan dan meyempurnakan model
analisis umum yang sangat cocok untuk menganalisis semua bentuk kolektifitas
atau organisasi. Dalam hal ini Parson mengeksploitasi mengapa masyarakat bias
stabil dan berfungsi. Modelnya yaitu AGIL (Adaptation, Goal Attainment,
Integration, Latern Patten Maintanance) mewakili empat fungsi dasar yang harus
dicapai oleh semua system social atau organisasi social jika ingin bertaha.
Adaptation
(adaptasi) Penyesuaian
Yaitu kemampuan suatu sistem untuk meyerap dari lingkungan
serta membagikannya kebagian-bagian dari sistem yang lainnya atau dengan kata
lain kemampuan sistem sosial untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
dihadapi.
Contoh : Sistem budaya asing yang masuk ke Indonesia,
utamanya cara berpakaian. Otomatis secara tidak langsung budaya asing tersebut
akan berusaha menyesuaikan diri dengan budaya yang ada di Indonesia. Budaya asing
ini akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat beradaptasi dengan budaya
Indonesia sehingga dari hasil adaptasi tersebut akan muncul suatu budaya yang
bercorak ke-Indonesiaan, atau budaya yang bercorak
kebarat-baratan(westernisasi) ataukah budaya baru perpaduan kedua budaya
tersebut.
Goal Attainment
(pencapaian tujuan)
Yaitu dari sekian banyak tujuan yang ingin dicapai harus ada
sebuah tujuan yang dipilih yang paling dibutuhkan dan mewakili dari sekian
banyak tujuan yang ada.
Contoh : Ketika kita ingin membantu sebuah desa yang sangat
terpencil, dimana di desa tersebut terdapat berbagai masalah seperti :
1. Gizi buruk
2. Tidak Adanya Posyandu
3. Tidak Adanya Listrik
Dari sekian banyak masalah di atas yang dihadapi desa
tersebut maka yang paling utama dan paling mendesak yang akan dilakukan
sebagaimana pengertian dari Goal Attainment adalah pemberantasan masalah gizi
buruk karena untuk masalah ini sangatlah penting sebab tanpa penanganan gizi
buruk yang terjadi mustahil untuk menyelesaikan masalah yang lain. Masalah yang
lain dapat ditangani ketika masalah gizi buruk yang melanda desa dapat
diberantas sehingga jalan menuju peneyelesaian masalah yang lain akan menjadi gampang.
Integration
(integrasi) berembuk
1. Proses penyesuaian dari unsur-unsur yang pokok menjadi
satu kesatuan yang utuh dan menyatukan bagian-bagian dari suatu sistem menjadi
sebuah sistem yang memiliki fungsi.
2. Menunjukkan adanya solidaritas sosial dari bagian-bagian
yang mementuknya, serta berperannya masing-masing unsur tersebut sesuai dengan
posisinya.
PENDAHULUAN
Istilah Komunikasi Sosial dan Pembangunan sesungguhnya merupakan
gabungan dari dua istilah, yakni Komunikasi Sosial dan. Komunikasi Pembangunan. Secara substansial,
kedua istilah tersebut tidak mengandung perbedaan. Artinya, materi bahasan yang
terkandung di dalamnya sama-sama berbicara tentang bagaimana komunikasi harus
dilakukan, sehingga berperan sebagai penunjang pelaksanaan program-program
pembangunan dalam rangkan menciptakan perubahan pada suatu sistem sosial, yakni perubahan
sosial (social changes).
Secara teoretis, pembangunan merupakan upaya untuk menciptakan
perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga program-program
pembangunan yang dicanangkan senantiasa bersifat ide-ide pembaruan (inovasi), baik yang berupa fisik maupun nonfisik. Program pembangunan
yang bersifat fisik, misalnya berupa pembangunan infrastruktur, sedangkan
program pembangunan yang brsifat nonfisik misalnya pembangunan suprastruktur
dan pemberdayaan manusia (sumber daya manusia).
Oleh karena itu, proses komunikasi pembangunan dan/atau
komunikasi sosial selalui ditandai dan dimulai dengan aktivitas difusi inovasi yang dilanjutkan dengan aktivitas
pembangunan masyarakat (community development) dengan tujuan agar
pelaksanaan program-program pembangunan tersebut benar-benar berdampak positif
terhadap masyarakat yang menjadi sasarannya.
Sehubungan dengan hal-hal di atas, untuk dapat memiliki
pemahaman tentang komunikasi sosial dan pembangunan (komunikasi pembangunan)
secara sistematis dan komprehensip, kita perlu memilki pemahahaman awal tentang
konsep-konsep: sistem sosial, perubahan sosial, difusi, inovasi,pembangunan, dan komunikasi pembangunan itu sendiri.
SISTEM SOSIAL
Dalam proses komunikasi pembangunan,
sistem sosial merupakan target atau sasaran dari perubahan yang akan
diciptakan. Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan unit yang
berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah
dalam rangka mencapai tujuan bersama. Sebuah sistem sosial terdiri dari
subsitem-subsistem sosial yang dalam konteks tertentu dapat pula menjadi sistem
tersendiri (sitem sosial tersendiri). Ditinjau dari luas lingkupnya, sistem
sosial dapat berupa sistem yang sangat besar, misalnya sebuah bangsa, sebuah
komunitas budaya, komunitas sosial, dan masyarakat. Namun demikian, sistem
sosial dapat pula berupa kumpulan unit manusia dalam skala kecil, misalnya
organisasi dan kelompok.
PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial adalah proses di mana
terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut
terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para
anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri
dari tiga tahap:
1.
Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan
dikembangkan
2.
Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke
dalam sistem sosial.
3.
Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem
sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi
jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Jenis-jenis Perubahan Sosial
Salah satu cara untuk mengidentifikasi jenis-jenis perubahan
sosial yang terjadi adalah dengan mencermati dari mana sumber terjadinya
perubahan itu. Jika perubahan itu bersumber dari dalam sistem sosial itu
sendiri, perubahan yang terjadi disebut perubahan
imanen.
Sedangkan jika sumbernya ide baru itu berasal dari luar sistem sosial, disebut perubahan kontak.
Perubahan imanen terjadi jika anggota
sistem sosial menciptakan dan mengembangkan ide baru dengan sedikit atau tanpa
pengaruh sama sekali dari pihak luar dan kemudian ide baru itu menyebar ke
seluruh sistem sosial.
Perubahan kontak terjadi jika sumber dari luar sistem sosial
memperkenalkan ide baru ke dalam suatu sistem sosial. Dengan demikian,
perubahan kontak merupakan gejala “antarsistem”. Ada dua macam perubahan
kontak, yaituperubahan kontak selektif dan perubahan kontak terarah. Perbedaan perubahan
tersebut tergantung dari mana kita mengamati datangnya kebutuhan untuk berubah
itu, dari dalamkah atau dari luar sistem sosial.
Perubahan kontak selektif terjadi jika anggota sistem sosial
terbuka pada pengaruh dari luar (bersikap kosmopolitan) pada pengaruh dari luar
dan menerima atau menolak ide baru itu berdasarkan kebutuhan yang mereka
rasakan sendiri (felt-needs). Perubahan kontak
terarah atau perubahan terencana (planned changes) adalah perubahan
yang disengaja dengan adanya orang luar atau sebagian anggota sitem sosial yang
bertindak sebagai agen pembaru (agent of changes) yang secara
intensifberusaha memperkenalkan ide-ide baru untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh lembaga dari luar.
Ditinjau dari cakupan sasarannya,
perubahan sosial dapat berupa perubahan dalam tataran mikro dan tataran makro.
Perubahan yang terjadi dalam tataran mikro adalah perubahan yang terjadi dalam
level individual, ketika seseorang menerima atau menolak inovasi, sehingga
berdampak pada perilaku orang tersebut, baik secara kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Perubahan yang terjadi dalam tataran makro adalah perubahan pada
level sistem sosial, ketika dalam sistem sosial terjadi struktur dan fungsi
sistem sosial.
KOMUNIKASI DAN PERUBAHAN SOSIAL
Komunikasi merupakan unsur yang sangat penting dalam proses
perubahan sosial. Kita sama-sama paham, secara sederhana komunikasi adalah
proses di mana pesan-pesan dioperkan dari sumber kepada penerima, baik secara
langsung maupun melalui media tertentu. Dalam proses perubahan sosial,
pesan-pesan yang terkandung dan dioperkan oleh sumber kepada penerima itu
berupa ide-ide pembaruan atau inovasi. Oleh karena itu, komunikasi yang
digunakan untuk menciptakan perubahan sosial dikenal dengan istilahkomunikasi sosial atau komunikasi pembangunan.
Salah satu tipe komunikasi
sosial/komonikasi pembangunan yang paling menonjol adalah difusi. Difusi
merupakan proses dimana inovasi tersebar ke dalam sistem sosial. Oleh karen
itu, difusi dipandang sebagai kajian komunikasi tersendiri yang memokuskan
telaahan tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru.
Unsur-unsur Difusi
Difusi sebagai sebuah proses
penyebaran ide baru dapat terjadi jika ada (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan
memlalui saluran tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4) anggota
suatu sitem sosial.
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau
barang yang dianggap abru oleh seseorang di mana kebaruannya itu bersifat
relatif. Suatu gagasan dapat dianggap sebagai sebuah inovasi oleh anggota
sistem sosial tertentu, tetapi juga dapat dianggap bukan inovasi oleh anggota
sistem sosial lainnya.
Saluran komunikasi dalam proses difusi
dapat berupa media massa atau media interpersonal. Jangka waktu adalah banyaknya
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses penyebaran inovasi dan proses
pengambilan keputusan adopsi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan adopsi oleh
anggota sistem sosial tergantung pada tingkat keinovatifan anggota sistem
sosial serta ciri karakteristik inovasi yang ditawarkan dalam pandangan anggota
sistem sosial.
Ciri karakteristik atau sifat inovasi
terdiri dari:
1.
Keuntungan Relatif (Relative Advantage)
2.
Kompatibilitas (Compatibility)
3.
Kompleksitas (Complexity)
4.
Trialabilitas (Trialability)
5.
Obsevabilitas (Observability)
Tingkat keinovatifan anggota sistem
sosial disebut kategori adopter terdiri dari:
Inovator, adopter pemula, mayoritas awal, mayoritas akhir, dan laggard.